Kamis, 19 Juli 2012
Contoh Kumpulan Puisi Luar Biasa
PERJANJIAN DI AWAL WAKTU
Apalagi yang dapat kau
lakukan jika pada malam pun
Kau enggan menyapa
Bukankah kita pernah
sama-sama berjanji
Antara bulan dan
matahari kelak takkan kita bedakan?
Kini menjelang
hari-hari yang mungkin kelewat laju
Sudahkah engkau
bisikkan pada anak cucu
Tentang perjanjian di
awal waktu
Saat bulan jadi saksi
atas kesepakatan
Yang telah lama kita
tolerkan pada pusar bumi
Dan bilamana anak cucu
sudah sama merubung
Kita akan
mendongenginya satu-satu selepas magrib
Sebelum mereka terlelap
sembari menghitung waktu
Menghabiskan hitungan
jari satu-satu
Sebelum pada saatnya
seperti kita, tak pernah usai
Berteka-teki
Cuma bersimpuh menatap
bulan berpasang-pasang
Yang kembali jadi saksi
tentang akhir perjalanan
Mengulang lagi
kesepakatan antara kita
***
SKETSA
Guratan ini selalu
abadi sepanjang abad
Melahirkan sederetan
pertanyaan
Yang diuntai di awal
subuh hingga
Mimpi mulai merayap
Dan kita tidak bisa
selain harus setia
Menunggu hari-hari
ditaburi embun
Bersama-sama sajak-sajak
yang terus
Ditulis meski hari-hari
tidak lagi
Sudi menemani, tapi
kita selalu
Tetap dengan sebilah
puisi
***
AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana,
Dengan kata yang tak
sempat kuucapkan
Kayu kepada api yang
menjadikan abu.
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana,
Dengan isyarat yang tak
sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang
menjadikan tiada.
***
GADIS PEMINTA-MINTA
Setiap kita bertemu,
gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal
untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada
bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi
hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis
kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah
jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan
angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan
riang.
Duniamu yang lebih
tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas
air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni,
terlalu murni
Untuk bisa membagi
dukaku.
Kalau kau mati, gadis
kecil berkaleng kecil
Bulan diatas itu, tak
ada yang punya
Dan kotaku, ah, kotaku
Hidupnya tak punya
tanda
***
SELAMAT PAGI INDONESIA
Selamat pagi Indonesia
Tak ada lagi air mata
buatmu hari ini
Sudah kering air mata
menangisi engkau
Selamat pagi Indonesia
Semoga kau behagia
***
SEPANJANG JALAN
INDONESIA
“sepanjang jalan Indonesia, buku-buku terbakar,
wartawan terbunuh, tentara terbunuh, mahasiswa terbunuh, orang-orang terbunuh,
sia-sia”
sia-sia? Tak kau tahu siapa yang menurunkan siapa,
siapa menaikkan siapa. Jangan macam-macam bicara. Kambing hitam kau namanya.
“sepanjang jalan Indonesia, sepanjang sejarah hitam,
sepanjang darah tercecer namamu pada halaman-halaman yang terlipat. . .”
Siapa melipat? Jangan bicara tanpa fakta. Provokator
kamu!
“Sepanjang jalan Indonesia, dihadang kampak merah,
dihadang preman politik, dihadang calo kekuasaan. . .”
Matamu! Sini tak hafar! Kamu tahu siapa si
belakangku? Hitung. Berani ngomong apa? Aku bakar rumahmu. Aku. . . prek!
“sepanjang jalan Indonesia, sepanjang sunyi, puisi-puisi sepi. . .
“sepanjang jalan Indonesia, sepanjang sunyi, puisi-puisi sepi. . .
Nah, begitu baru puisi!
***
INGIN KUTULIS UNTUKMU
Ingin kutulis sajak untukmu. Mungkin ucap rindu.
Tapi kekasaihku, tak kutemukan kata itu.
Kucari ia dalam buku-buku. Tak juga ketemu.
Kucari ia dalam buku-buku. Tak juga ketemu.
Kurobek buku-buku.
Kulempar semauku. Beri aku kata!
Tak ada yang memberi kata itu.
Tak ada yang memberi tahu di mana kata itu.
Aku menjadi marah. Kuhancurkan rumah-rumah.
Kuhancurkan segala yang ada.
Beri aku kata!
Kesunyian seperti biasanya, mencoba menghiburku.
Tapi tak diserunya kata itu.
Beri aku kata!
Kubunuh kesunyian. Karena ia membisu. Tak tahu
kurindu
Beri aku kata!
Demikian kekasihku,
tak kutemukan kata itu.
Mungkin kau memang tak memerlukan juga kata itu.
***
BERI AKU KESUNYIAN
beri aku kesunyian, demikian bising udara, o,
sorot matamu demikian nyala,
siapa membakar dinding kota?
Seorang pecinta memimpi sunyi memimpi
cintanya yang sunyi memimpi sunyinya
sendiri memimpi mimpi
beri aku kesunyian, demikian pengap itu benci,
o sorot matamu demikian bakar,
siapa menyalakan di dinding kota
seorang pecinta memimpi embun memimpi
embunnya yang sunyi memimpi sunyinya
sendiri mengembun embun
:beri aku kesunyian!
***
0 komentar:
Posting Komentar