Jumat, 20 Juli 2012
Contoh Drama 4 Orang
P a g i B e n i n g
( Drama Komedi Satu Babak dari tanah
Spanyol )
Karya Serafin dan Joaquin Alvarez
Quintero
Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono
T e m p a t K e j a d i a n
Madrid – Spanyol
Di suatu tempat – Taman terbuka
Di jaman ini juga
P e m a i n
Donna Laura
Wanita tua, berumur kira-kira 70 tahun
Masih nampak jelas bahwa dulunya
cantik dan tindak tanduknya menunjukkan bahwa mentalnya juga baik.
Don Gonzalo
Lelaki tua, berumur kira-kira 70
tahun lebih
Agak congkak dan selalu tampak tidak
sabaran
Petra
Gadis pembantu Laura
Juanito
Pemuda pembantu Gonzalo
( DONNA LAURA MASUK, BERPEGANGAN TANGAN PADA PETRA.
TANGANNYA YANG LAIN MEMBAWA PAYUNG YANG JUGA UNTUK TONGKATNYA )
LAURA : Aku
selalu merasa gembira sekali di sini. Syukur bangkuku tidak ditempati orang
lain. Duhai, pagi yang cerah! Cerah sekali.
PETRA : Tapi
matahari agak panas, Senora.
LAURA : Ya,
kau masih duapuluh tahun (ia duduk di
bangku belakang). Aku merasa lebih letih dari biasanya (melihat petra yang nampak tak sabaR),
pergilah kalau kau ingin ngobrol dengan tukang kebunmu itu!
PETRA : Dia
bukan tukang kebunku, Senora, dia tukang kebun taman ini!
LAURA : Ia
lebih tepat disebut milikmu daripada milik taman ini. Cari saja dia. Tapi
jangan sampai terlalu jauh hingga tak kau dengar panggilanku.
PETRA : Saya
sudah melihatnya di sana, menanti.
LAURA : Pergilah,
tapi jangan lebih dari sepuluh menit!
PETRA : Baik,
Senora (berjalan ke kanan)
LAURA : Hei,
nanti dulu!
PETRA : Ada
apa lagi, Senora?
LAURA : Berikan
remah-remah roti itu!
PETRA : Ah,
pelupa benar aku ini!
LAURA : (senyum) Aku tahu! Pikiranmu sudah lekat
ke sana, heh, si tukang kebun itu!
PETRA : Ini,
Senora (mengeluarkan bungkusan roti.
Keluar ke kanan)
LAURA : Adios!
(memandang ke arah pepohonan).
Ha, mereka datang. Mereka tahu kapan mesti datang menemui aku (bangkit dan menyerahkan remah-remah roti).
Ini buat yang putih, ini untuk yang coklat, dan ini untuk yang paling kecil
tapi kenes. (tertawa dan duduk lagi
memandang merpati yang sedang makan). Ah, merpati-merpati yang manis.
Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari kepalanya yang besar, dan itu ...
aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai mematuk terus terbang ke dahan.
Bersunyi diri. Agaknya ia suka berfilsafat. Tapi dari mana saja mereka ini
datang? Seperti kabar angin saja! Meluas dengan mudah. Ha, ha, jangan
bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan yang lebih banyak lagi!
(don gonzalo dan juanito masuk dari kiri.
Gonzalo bergantung sedikit pada juanito. Kakinya bengkak, agak di seret)
GONZALO : Membuang-buang
waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-bukan.
JUANITO : Duduk di sini
sajalah, senior. Hanya ada seorang wanita.
(dona laura menengok dan mendengarkan)
GONZALO : Tidak, Juanito.
Aku mau tersendiri.
JUANITO : Tapi tak ada .
GONZALO : Yang di sana itu
kan milikku!
JUANITO : Tiga orang
pendeta duduk di sana, Senior!
GONZALO : Singkirkan saja
mereka! ... ... ... Sudah pergi!
JUANITO : Tentu saja
belum! Mereka tengah bercakap-cakap.
GONZALO : Seperti merekat
pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi, Juanito. Mari!
JUANITO : (menggandeng ke arah merpati-merpati)
LAURA : (marah). Awas hati-hati!
GONZALO : Apa Senora
berbicara dengan saya?
LAURA : Ya,
dengan tuan!
GONZALO : Ada apa?
LAURA : Tuan
menakut-nakuti burung-burung merpati saya!
GONZALO : Peduli apa
burung-burung itu!
LAURA : Apa, ha?
GONZALO : Ini taman umum,
Senora!
LAURA : Tapi
kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?
GONZALO : Senora, tapi
kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur saya? Ayo, juanito! (melangkah ke kanan)
LAURA : Buruk
amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir kalau sudah
meningkat tua? (melihat ke kanan).
Syukur. Ia tidak mendapat bangku! Itu, orang yang menakut-nakuti
merpati-merpatiku. Ha, ia marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku kalau kau dapat!
Aduh, kasihan, ia menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi. Debu-debu
mengepul seperti kereta lewat! (juanito
dan gonzalo masuk)
GONZALO : Apa sudah pergi
pendeta-pendeta yang ngobrol itu, Juan?
JUANITO : Tentu saja
belum, Senior?
GONZALO : Walikota
seharusnya lebih banyak menaruh bangku-bangku di sini! Terpaksa juga aku kini
duduk bersama wanita tua itu!
(ia duduk di ujung bangku,memandang dengan iri
kepada laura, dan memberi hormat dengan mengangkat topi). Selamat pagi.
LAURA : Jadi
tuan di sini lagi?
GONZALO : Ku ulang lagi,
kita kan belum pernah jumpa!
LAURA : Saya
toh cuma membalas salam tuan!
GONZALO : “Selamat Pagi”,
mestinya cukup dibalas dengan “selamat pagi” saja.
LAURA : Tapi
tuan seharusnya juga minta ijin untuk duduk di bangku saya ini.
GONZALO : Ahai, bangku
ini kan milik umum!
LAURA : Kenapa
bangku yang di san itu juga tuan katakan milik tuan, hah?
GONZALO : Baik, baik!
Sekian sajalah!
( pada dirinya sendiri ) Dasar perempuan
tua! Patutnya dia di rumah saja, merenda atau menghitung tasbih.
LAURA : Jangan
mengoceh lagi. Aku juga tokh, tak akan pergi untuk sekedar menyenangkan hatimu!
GONZALO : (mengelap sepatunya dengan sapu tangan).
Kalau disiram air sedikit tentu lebih baik. Tak berdebu lagi jadinya taman ini.
LAURA : Apa
tuan biasa menggunakan saputangan sebagai lap?
GONZALO : Kenapa tidak?!
LAURA : Apa
tuan juga menggunakan lap sebagai sapu tangan?
GONZALO : Hah? Nyonya kan
tak punya hak untuk mengeritik saya!
LAURA : Toh
sekarang saya ini tetangga tuan!
GONZALO : Juanito! Buku! Bosan
mendengarkan nonsense macam itu!
LAURA : Alangkah
sopan santun tuan ini!
GONZALO : Maaf saja
nyonya. Tapi saya mengharap nyonya tidak bernapsu campur tangan urusan orang
lain!
LAURA : Saya
memang biasa melahirkan pikiran-pikiran saya.
GONZALO : Hhh, Juanito!
Buku!
JUANITO : Ini, tuan! (mengambil buku dari kantong, don gonzalo
memandang dengki pada laura; gonzalo mengeluarkan kaca pembesar dan kacamata:
membuka buku)
LAURA : Oh,
saya kira tuan mengeluarkan teleskop.
GONZALO : Nyonya bicara
lagi!
LAURA : Tentunya
penglihatan tuan masih baik sekali!!
GONZALO : Jauh lebih baik
dari penglihatan nyonya!
LAURA : Ahai, tentu saja!
GONZALO : Kalau tidak
percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan burung-burung.
LAURA : Artinya tuan suka
berburu kelinci dan burung?
GONZALO : Saya pemburu
memang. Dan sekarang pun saya tengah berburu.
LAURA : Ya,
tentunya! Begitulah!
GONZALO : Ya, Senora.
Tiap Minggu saya menyandang bedil bersama anjing saya pergi ke Arazaca.
Iseng-iseng berburu! Membunuh waktu!
LAURA : Ya,
membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?
GONZALO : Nyonya kira
begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar dikamar saya!
LAURA : Dan
saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya, meskipun saya bukan
pemburu!
GONZALO : Sudahlah
nyonya, sudah! Saya mau membaca. Percakapan cukup! Ngomong putus!
LAURA : Ha,
tuan menyerah!
GONZALO : Tapi saya mau
ambil obat bersin dulu. (mengambil
tempat obat). Nyonya mau? (memberikan
obat itu)
LAURA : Kalau
cocok!
GONZALO : Ini nomor satu!
Nyonya tentu akan suka!
LAURA : Memang
biasanya akan menghilangkan pusing.
GONZALO : Saya pun
begitu.
LAURA : Tuan
suka bersin?
GONZALO : Ya tiga kali.
LAURA : Persis
sama dengan saya! (setelah mengambil
bubukan, keduanya bersin berganti-ganti masing-masing tiga kali).
GONZALO : Ehaaaah, agak
enakan sekarang.
LAURA : Saya
pun merasa enak sekarang.
(KE Samping) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!
GONZALO : Maaf, saya mau
membaca keras. Tidak mengganggu kan?
LAURA : Silahkan
sekeras mungkin, tuan tidak menggangu saya lagi.
GONZALO : (membaca) “ Segala cinta itu menyakitkan hati
Tetapi
bagaimana jugapun pedihnya
Cinta
adalah sesuatu yang terbaik
Yang
pernah kita miliki “
Nah,
bait itu dari penyair Campoamor.
LAURA : Ah!
GONZALO : (membaca) “ Anak-anak dari para bunda
Yang pernah kucinta
Menciumku sekarang
Seperti bayangan hampa “
Baris-baris
ini agak lucu juga rasanya.
LAURA : (tertawa) Kukira juga begitu.
GONZALO : Ada beberapa
sajak bagus dalam buku ini. Dengar!
(membaca) “ Duapuluh tahun berlalu
Ia
pun kembalilah “
LAURA : Cara
tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan saya.
GONZALO : Jadi nyonya
bisa membaca tanpa kaca pembesar?
LAURA : Tentu
saja, tuan.
GONZALO : Setua itu?
Ahai, nyonya main-main saja!
LAURA : Coba
saya pinjam buku tuan itu!
(mengambil buku dan membacanya keras-keras)
“ Duapuluh tahun berlalu
Dan
ia pun kembalilah
Masing-masing saling memandang,
Berkata
:
Mungkinkah
dia orangnya?
Ya
Allah, dimana oranya itu? “
GONZALO : Hebat! Saya iri
hati pada penglihatan nyonya.
LAURA : (Kesamping) Hmm, saya hafal tiap kata
syair itu.
GONZALO : Saya gemar
sekali puisi-puisi yang bagus. Sungguh gemar sekali. Bahkan ketika masih muda,
kadang-kadang suka bersyair.
LAURA : Sajak-sajak
bagus juga?
GONZALO : Ya,
macam-macamlah. Saya dulu sahabat dari Exprosoda, Zorilla, Bocquer, dan
penyair-penyair lain. Saya kenal Zorilla pertama kali di Amerika.
LAURA : Eh,
tuan pernah ke Amerika?
GONZALO : Sering juga.
Pertama kesana saya waktu umur 6 tahun.
LAURA : Tentunya
dulu tuan ikut Colombus.
GONZALO : (tertawa) Yah, tidak sejelek itu
nasibku! Saya sudah tua, tapi belum pernah kenal Raja Ferdinand serta Ratu Isabella!
(keduanya tertawa). Saya juga teman
Campoamor, berjumpa pertama kali di Valensia. Saya warga kota di sana.
LAURA : Apa
sungguh?
GONZALO : Saya dibesarkan
disana. Dan masa mudaku habis di kota itu. Apa nyonya pernah ke Valensia?
LAURA : Pernah!
Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri sekarang,
bisa mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya pernah tinggal beberapa
musim di sana. Tapi sudah lama lampau. Villa itu dekat laut, tersembunyi antara
pohon jeruk. Mereka menyebutnya ... ah ... lupa ... o ya, Villa Maricella.
GONZALO : Maricella?
LAURA : Maricella.
Apa tuan pernah mendengarnya?
GONZALO : Tak asing lagi
nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu dulu ada
seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan namanya
... O ya, Laura Liorento!
LAURA : (kaget) Laura Liorento?
GONZALO : Benar (mereka saling tatap)
LAURA : (sadar lagi) Ah, tak apa-apa, hanya
mengingatkan saya pada teman karib saya.
GONZALO : Aneh juga.
LAURA : Memang
aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.
GONZALO : Tepat, “Perawan
Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang saya seperti
melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah itu. Nyonya ingat
jendela itu?
LAURA : Ya,
saya ingat itulah jendela kamarnya.
GONZALO : Dulu dia suka
berjam-jam di jendela.
LAURA : (melamun) Ya, memang dulu dia suka begitu.
GONZALO : Dia gadis ideal.
Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh mengesankan sekali!
Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping sempurna. Betapa Tuhan telah
menciptakan keindahan seperti itu. Dia seperti impian saja.
LAURA : (ke samping) Jika seandainya tuan tahu
bahwa impian itu ada di samping tuan, tuan akan sadar impian macam apa itu,
heh?
(keras-keras) Dia adalah gadis yang
malang yang gagal cinta.
GONZALO : Betapa sedihnya
(mereka saling memandang)
LAURA : Tuan
pernah mendengar kabarnya?
GONZALO : Ya, pernah.
LAURA : Nasib
malang meminta yang lain.
(kesamping) Gonzalo!
GONZALO : Si jago cinta
cakap itu! Peristiwa cinta yang sama.
LAURA : Ah,
duel itu.
GONZALO : Tepat, duel
itu. Si Jago Cinta itu adalah ... saudara sepupu saya. Saya juga sayang sekali
kepadanya.
LAURA : Oh
ya, saudara sepupu. Seorang temanku menyurati saya dan bercerita tentang
mereka. Dia ... saudara sepupu tuan itu ... tiap pagi lewat di depan jendelanya
dengan naik kuda, dan melemparkan ke atas seberkas kembang yang segera disambut
gadisnya.
GONZALO : Dan tak lama
kemudian, dia ... saudara sepupu saya itu ... lewat lagi untuk menerima kembang
dari atas. Begitu?
LAURA : Benar.
Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang tidak ia
cintai.
GONZALO : Dan pada suatu
malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti gadisnya menyanyi ... di
bawah jendela, lelaki itu muncul dengan tiba-tiba.
LAURA : Dan
menghina saudara tuan itu.
GONZALO : Kemudian pertengkaran terjadi.
LAURA : Dan
kemudian ... duel!
GONZALO : Ya, waktu
matahari terbit, di tepi pantai, dan si Saudagar itu luka-luka parah. Saudara
sepupu saya itu harus bersembunyi dan kemudian melarikan diri.
LAURA : Tuan
rupanya mengetahui benar ceritanya.
GONZALO : Nyonya pun
begitu agaknya.
LAURA : Saya
katakan tadi, seorang teman telah menyurati saya.
GONZALO : Saya pun
diceritai oleh saudara sepupu saya.
(ke samping) Heh, inilah Laura itu! Tak
salah!
LAURA : (ke samping) Kenapa menceritakan
padanya? Dia tak curiga apa-apa.
GONZALO : (ke samping) Dia sama sekali tak
bersalah.
LAURA : Dan
apakah tuan pula yang menasihati saudara tuan itu untuk melupakan Laura?
GONZALO : Ooo, saudara
sepupu saya tak pernah melupakannya.
LAURA : Bagaimana
begitu?
GONZALO : Akan saya
ceritakan segalanya kepada nyonya.
Anak
muda – Don Gonzalo itu – bersembunyi di rumah saya, takut menanggung akibatnya
yang buruk sehabis menang duel itu. Dari rumah saya ia terus lari ke Madrid. Ia
kirim surat-surat kepada Laura, di antaranya sajak-sajak. Tapi tentunya
surat-surat itu jatuh ke tangan orang tuanya. Buktinya tak ada balasan.
Kemudian Gonzalo pergi ke Afrika, sebab cintanya telah gagal sama sekali, masuk
tentara dan terbunuh di sebuah selokan sambil menyebut berulangkali nama
Lauranya yang sangat tercinta.
LAURA : (ke samping) Dusta! Heh, dusta kotor
belaka!
GONZALO : (ke samping) Saya tak bisa membunuh diriku
lebih ngeri lagi.
LAURA : Tuan
tentunya telah ditumbangkan kesedihan yang sangat
GONZALO : Memang betul,
nyonya. Dia seperti saudaraku sendiri. Dan saya kira tak lama kemudian, Laura telah
melupakannya. Kembali bermain memburu kupu-kupu seperti biasanya. Tak pernah
meratapinya.
LAURA : Tidak,
Senior. Sama sekali tidak!
GONZALO : Biasanya
perempuan memang begitu!
LAURA : Kalaupun
itu sudah sifat perempuan, “Perawan Bagai Perak” adalah terkecuali! Teman saya
itu menanti berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan tak
selembar suratpun tiba. Suatu senja ketika matahari terbenam, dia meninggalkan rumahnya dan
dengan langkah tergesa menuju pantai tempat kekasihnya menjaga nama baiknya. Ia
menuliskan namanya di pasir, lalu duduk di atas karang, memandang ke kaki
langit. Ombak menyanyikan tembang duka yang kekal, dan menggapai batu karang di
mana perawan itu duduk. Air pasang segera tiba dan menyapu gadis itu dari muka
bumi.
GONZALO : Ya Allah!
LAURA : Para
nelayan di situ sering menceritakan bahwa nama yang ditulis gadis itu lenyap
ditelan air pasang.
(ke samping) Toh kamu tak tahu aku reka-reka sendiri cerita
kematianku!
GONZALO : ( ke samping ) Dia berdusta lebih ngeri
dari dustaku!
LAURA : Ah,
Laura yang malang!
GONZALO : Wahai Gonzalo
yang malang!
LAURA : (ke samping) Aku takkan bercerita
kepadanya bahwa aku kawin dua tahun kemudian setelah duel itu!
GONZALO : (ke samping) Aku takkan bercerita
kepadanya bahwa dua bulan kemudian aku mengawini penari ballet dari Paris!
LAURA : Nasib
memang selalu aneh. Di sini, tuan dan saya, dua orang asing, bertemu secara
kebetulan dan saling menceritakan kisah cinta yang sama dari dua teman lama
yang telah bertahun lalu terjadi, seperti sudah akrab benar kita ini!
GONZALO : Ya, memang aneh.
Padahal mula-mula kita bertemu tadi, kita bertengkar.
LAURA : Tuan
juga yang tadi mengganggu merpati-merpati saya.
GONZALO : Memang agak
kasar saya tadi.
LAURA : Memang
kasar. (ramah) Tuan datang lagi
besok pagi?
GONZALO : Tentu, asal
pagi secerah ini. Dan takkan lagi mengganggu merpati-merpati itu, tapi saya
akan membawa remah-remah roti besok.
LAURA : Oh,
terima kasih. Burung-burung selalu tahu
berterimakasih. Hei! Mana pembantuku tadi? – Petra!
GONZALO : (melihat laura yang membelakang) Tidak!
Tak akan kukatakan siapa aku ini sebenarnya. Aku sudah tua dan lemah. Biarlah
dia mengangankan aku sebagai penunggang kuda tampan yang lewat di bawah
jendelanya.
LAURA : Nah,
itu dia.
GONZALO : Itu Juanito! Dia
sedang bercanda dengan gadisnya! (mengisyarati)
LAURA : (memandang gonzalo yang membelakang)
Tidak, aku sudah berubah tua. Lebih baik ia mengingatku sebagai gadis bermata
hitam yang melempar bunga dari jendela.
(juanito dan petra masuk) Hei, Petra!
GONZALO : Juanito, kau
sedikit lambat.
PETRA : (kepada laura) Si tukang kebun
memberikan bunga-bunga ini kepada Seniora.
LAURA : Alangkah
bagusnya. Terima kasih. Sedap benar baunya! (beberapa
bunga gugur ke tanah)
GONZALO : Ini semua
sungguh menyenangkan, Senora!
LAURA : Demikian
juga saya, Senior!
GONZALO : Sampai besok,
nyonya!
LAURA : Sampai
besok, tuan!
GONZALO : Agak panas hari
ini!
LAURA : Pagi
yang cerah. Tuan besok pergi ke bangku tuan?
GONZALO : Tidak, saya
akan kemari saja. Itu kalau nyonya tidak berkeberatan.
LAURA : Bangku
ini selalu menanti tuan!
GONZALO : Akan saya bawa
remah-remah roti!
LAURA : Besok
pagi, jadilah!
GONZALO : Besok pagi. (laura melangkah ke kanan berpegang pada petra.
Gonzalo membungkuk susah payah memungut bunga yang jatuh tadi, dan laura
menengok ketika itu)
LAURA : Apa yang tuan
kerjakan?
GONZALO : Juanito, tunggu
dong!
LAURA : Tak
salah, dialah Gonzalo!
GONZALO : (ke samping) Tak salah, dialah Laura!
(mereka masing-masing melambaikan tangan)
LAURA : Mungkinkah dia
itu benar orangnya?
GONZALO : Ya Allah,
diakah orangnya itu?
(keduanya tersenyum)
0 komentar:
Posting Komentar